Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri purwokerto. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

Atraksi Kota Purwokerto

Tidak ada komentar

Purwokerto, kota yang menawarkan kehangatan dan ketentraman. Memiliki atraksi kota yang wajib dikunjungi baik bagi pengunjung ataupun masyarakat Purwokerto. Purwokerto, dimana jumlah swalayan modern masih sedikit, masih menempatkan alun-alun dan taman sebagai wisata hiburan bagi masyarakat lokal.

Monthscape of Purwokerto

Tidak ada komentar
Sebagai seorang residen orthopaedi (diedit, karena katanya ga boleh typo 😰) yang sedang memasuki semester ke 8, setahun kedepan suami saya akan ditempatkan ke berbagai kota di pulau Jawa dengan durasi sebulan untuk tiap-tiap kota. Sejauh ini jadwal yang dikeluarkan dia akan bertugas di 5 kota pulau Jawa dan sisanya di Jakarta saja. Dan untuk Bulan Januari kemarin ia mendapatkan penugasan di:



PURWOKERTO

Pusat Perbelanjaan Purwokerto

Tidak ada komentar


Bukan orang asli maupun yang punya di keluarga, entah mengapa saya menulis rentetan blog seri Purwokerto ini bagaikan menulis Purwokerto 101 😉. Bagian yang pertama adalah dimana saja sih pusat perbelanjaan? You're living, you need place(s) to shop to fulfil your daily life. Standar, pusat perbelanjaan ada supermarket dan pasar tradisional.

Travelling ke Kota Kecil Ternyata Juga Bisa Menyenangkan!

29 komentar
Bagi sebagian orang, yang namanya travelling ya kota yang terkenal akan destinasi wisatanya. Bagaimana jika warga Ibukota disuruh ke kota kecil? Sebagian besar akan merasa kebosanan.

Ups, sini dibisikin dulu bagaimana caranya supaya seru travelling ke kota kecil.

travelling ke kota kecil

Sepanjang tahun 2018, suami mendapat jatah stase luar kota untuk program residensinya. Lebih tepatnya stase Jawa sih, karena ternyata meskipun judulnya stase luar kota tapi tetap dalam Pulau Jawa. Suami memutuskan untuk memboyong seluruh keluarga saat stase luar kota ini meskipun keuangan kita sedikit pas-pasan. Pada saat itu kami masih bertiga: Suami, saya, dan anak sulung kami yang berusia 2.5 tahun.


Kami berkesempatan mencicipi tinggal sebulan di Purwokerto, Jombang, Yogyakarta dan Pemalang. Berbeda dengan di Jakarta, tinggal di kota kecil membuat kita juga mengunjungi kota-kota di sekitarnya. Misalnya saat kami tinggal di Purwokerto, kami juga travelling ke Banyumas dan Purbalingga.


Bonus, di Bulan Oktober saya dan anak juga berkesempatan mengekor suami ke Chiang Mai, Thailand. Tentu bukan destinasi wisata bagi orang Indonesia kebanyakan mengingat Thailand Utara bukanlah destinasi wisata populer bagi masyarakat Indonesia.

Banyak warga Ibukota yang bingung jika berpelesir ke kota kecil.

“Mau ngapain?” Ujar kebanyakan orang.

Tapi bagi saya yang sangat menyukai kota dan pemukiman, berpelesir ke kota kecil adalah hal yang menyenangkan.

There will be so much to explore. Emang apa aja sih yang bisa dieksplor dari kota kecil?

Simak tips eksplorasi kota kecil ini agar travelling ke kota kecil sama menyenangkannya dengan mengunjungi kota wisata besar!

1. Eksplorasi museum

Museum adalah most wanted list yang saya cari tiap travelling ke luar kota. Saya biasanya mulai patroli museum via google maps dan google search. Kenapa penting patroli museum via google maps? Karena kita jadi bisa menemukan museum-museum anti mainstream yang tidak disebutkan di mesin pencarian Google.

Sebagai contoh, situs mana yang mencantumkan Museum Soeharto di Kemusuk dan Museum Bank BRI di Purwokerto sebagai rekomendasi destinasi wisata?

travelling ke kota kecil
Gerbang Depan Museum Soeharto

travelling ke kota kecil
Museum BRI Purwokerto

Hobi mengunjungi museum ini berhubungan dengan ketertarikan saya terhadap sejarah. Bagi saya, dengan mengunjungi museum saya bisa travelling dua kali lipat. Travelling secara fisik dan waktu.

Dengan mengunjungi museum Soeharto, saya jadi membaca tulisan-tulisan arsip mengenai kejadian selama masa Soeharto yang tidak saya temui di banyak buku sejarah. Dengan mengunjungi museum BRI di Purwokerto, saya jadi bisa menjelajah waktu untuk mengetahui sejarah bank BRI di Purwokerto pada saat itu.

Apakah eksplorasi museum akan membosankan jika membawa anak kecil? Jawabannya adalah tidak.

Saya banyak melakukan kunjungan museum bersama dengan Hasan yang berumur 3 tahun di tahun itu. Memang tidak akan bisa terlalu berlama-lama jika dibandingkan dengan sendiri mengunjungi museum. Anak bisa sambil belajar, lho! Apalagi sembari mendiskusikan apa yang kami lihat di museum.

2. Eksplorasi kuliner

Tentu sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia kaya akan variasi kuliner lokal yang lezat. Bahkan hanya di beberapa kota Pulau Jawa, rasanya sampai kewalahan karena begitu banyaknya kuliner lokal.

Saya berkenalan dengan Sroto Sokaraja yang merupakan makanan khas daerah Sokaraja (Banyumas) dan menjadi favorit saya sampai sekarang. Bayangkan, cuma sebulan tinggal di Purwokerto saya sampai 4-5 kali mengunjungi kedai Sroto disana.


travelling ke kota kecil
Sroto Sokaraja Sutri

Di Yogyakarta, saya belajar variasi dari Gudeg. Ada Gudeg kering dan Gudeg basah. Pun, gudeg basah pun memiliki berbagai variasi rasa seperti Gudeg Sagan, Gudeg Pawon, Gudeg Mbah Lindu, dan sebagainya. Beruntung saya punya kenalan di Yogyakarta yang hobi wisata kuliner sehingga saya bisa mendapatkan arahan kuliner secara akurat dan variatif.

travelling ke kota kecil
Gudeg Mbah Lindu

Oh ya, eksplorasi kuliner juga termasuk eksplorasi kafe di kota kecil. Salah satu eksplorasi kafe saya sewaktu berada di Purwokerto dan Chiang Mai. Saya menemukan banyak hidden gem disana serta fakta-fakta unik. Misalnya, ternyata banyaknya kafe di Purwokerto karena terdapat Unsoed dan bagaimana para pemilik kafe di Chiang Mai saling bersinergi satu sama lain untuk berkembang bersama dan memajukan petani lokal.

3. Eksplorasi taman dan alun-alun

Siapa yang menjadikan taman dan alun-alun sebagai objek wisata saat travelling ke luar kota? Singkatnya durasi travelling membuat wisata taman menjadi terlupakan karena terkalahkan dengan destinasi wisata lainnya yang lebih besar. Lagian apa serunya ya datang ke alun-alun dimana Ibukota menawarkan hiburan tanpa batas baik bagi orangtua dan anak?

Fakta seputar alun-alun

Mungkin karena jatuhnya kami travelling selama sebulan, kami punya waktu eksplorasi lebih banyak, termasuk tempat-tempat yang bukan destinasi wisata sekalipun. Saya menemukan berbagai hal yang unik seputar alun-alun di sepanjang tahun 2018.

Pertama, semakin murah harga sekali main di alun-alun, makan semakin jauh dari kota besar kota tersebut. Semakin ramai alun-alun, maka semakin jauh dari kota besar.

Misalnya, harga sekali main termurah yang Hasan pernah coba ada di Kota Jombang, cuma lima ribu saja bisa bermain sepuasnya! Jombang, sebuah kota yang terletak di Jawa Timur dengan durasi perjalanan hampir 2 jam menggunakan mobil dari Surabaya.

“Habis main di mal Jombang (baca: alun-alun) ya?”, ujar salah seorang penghuni rumah tempat kami tinggal sebulan saat melihat kami pulang malam-malam.

travelling ke kota kecil
Alun-alun Jombang

Sebaliknya, aktivitas alun-alun Klaten yang terletak di antara 2 kota besar, yaitu Yogyakarta dan Surakarta relatif sepi. Ini ditandai dengan harga sekali main sebesar Rp 15 ribu. Ya kalau dipikir-pikir muda mudi dan anak-anak Klaten pasti gampang mencari hiburan ke Yogyakarta ataupun Solo. Setengah jam juga sudah sampai ke Mal Ambarukmo.

Jangan tanya soal keramaian alun-alun di Yogyakarta dan Solo, sangat sepi dan hampir tidak ketemu arena permainan anak!

Hasan menjadi alumni belasan alun-alun sepanjang tahun 2018.

Fakta seputar taman kota

Hukum posisi kota dan keramaian alun-alun juga berlaku untuk taman kota. Taman Kota yang paling meriah dari kota yang kami kunjungi tentu di Kota Jombang. Sebenarnya meriah bukan kata-kata yang tepat untuk mendefinisikannya, tetapi bagaimana penduduk kota menjadikan taman tersebut sebagai hiburan.

Di Jombang ada 2 taman kota terkenal, Taman Kebon Rojo yang terletak di tengah kota dan Taman Kebon Ratu yang berlokasi ke arah Kota Mojokerto.Terasa sekali sendi-sendi kehidupan menyala di Taman Kebon Rejo. Ramai dijejali masyarakat, pedagang, dan taman yang terawat. Taman Kebon Ratu berukuran jauh lebih besar dengan instalasi-instalasi kreatif yang menarik. Dilengkapi dengan track skateboard beserta patung pesawat.

travelling ke kota kecil
Taman Kebon Ratu

travelling ke kota kecil
Taman Kebon Rojo

Sebenarnya tidak semua kota kecil memiliki taman kota yang meriah, contohnya Taman Kota Pemalang yang berukuran cukup kecil dan sangat tidak terawat. Yah mungkin karena posisinya di antara Kota Tegal dan Kota Pekalongan dimana masyarakat lebih banyak mendapatkan hiburan di sana.

4. Eksplorasi wisata alam

Biasanya objek wisata alam di kota bukan Ibukota lebih bagus dan berkesan.

Eksplorasi wisata alam termasuk bagian terakhir yang kami lakukan. Mau gimana lagi, suami baru libur akhir pekan, itu pun belum tentu. Jika dalam sebulan ada 4 minggu, maka jika dibagi dengan eksplorasi lainnya, maka biasanya eksplorasi wisata alam cuma bisa di satu hari minggu saja.

Kami hanya sempat mengejar matahari terbit Punthuk Setumbu di Yogyakarta dan menikmati cuaca pegunungan Baturaden di Purwokerto.

travelling ke kota kecil
Baturaden

Pun, keadaan kami yang memiliki seorang anak berusia 3 tahun membuat kami tidak bisa “liar” menentukan destinasi wisata alam.

5. Eksplorasi kehidupan urban

Jika disuruh pilih perkotaan, gunung, dan pantai maka pilihan destinasi liburan saya adalah perkotaan. Lebih tepatnya kehidupan urban. Yang bisa dinikmati dengan pergi ke pasar, naik angkutan umum, dan mendatangi toko ataupun pusat keramaian lainnya.

travelling ke kota kecil
Bus Kota Chiang Mai

Salah satu kunci bisa mengamati kehidupan urban adalah dengan cara berjalan kaki. Kita dapat mengamati apa yang terjadi di sekitar dengan ritme laju commuting yang lebih lambat.

“Wah ternyata di sepanjang jalan depan Rumah Sakit Maharaj Nakorn warung makan babi semua!”

“Wah, supir Trans Yogya hobi musiknya seragam, dangdut koplo semua!”

“Wah, di Kota Jawa yang ga punya pantai susah cari Ikan ya kecuali di pasar induk.”

Hal-hal seperti itu akan selalu memberikan warna baru di setiap jurnal travelling saya.


Mengunjungi kota-kota kecil tidak membuat kita mati gaya. Jika cermat dan tepat, kita bisa menikmati kehidupan travelling yang unik, kaya dan bermakna yang tidak dimiliki oleh kota-kota besar.

travelling ke kota kecil

*Tulisan ini diikutsertakan untuk mengikuti Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog




Wisata Kuliner Tradisional Purwokerto

Tidak ada komentar

Menghadirkan kuliner asli Purwokerto di warung-warung sederhana. Ada Sate Kambing Yani, Pecel Pincuk Bang Toyyib, Soto Sutri yang legendaris, Bakso & Soto Samiasih, Soto Bank, Bakso Pekih, Sate kambing Moro Kangen dan Umaeh Inyong.

Kafe & Kuliner Modern Purwokerto

2 komentar


Banyak, banyak bangeeet! 😝. Entahlah, padahal rasanya tidak sesering itu saya mencari kuliner di luar. Dan dalam waktu sebulan, akhir pekan hanya terbatas 4 kali. Yang sangat saya tidak sangka selama di Purwokerto adalah betapa suburnya pertumbuhan kafe dan restoran modern disini. Mulai dari restoran keluarga, kafe nongkrong, kafe taman, comfort dining, hingga kafe dengan konsep unik. Harga rata-rata relatif lebih murah dibanding Jakarta, tetapi ada juga harga yang menyerupai di Jakarta. Rata-rata kafe banyak tersebar di daerah utara, yakni area Jalan Suharso, Bunyamin. Pokoknya dekat dengan area kampus Unsoed.

Traveliving 2018

6 komentar
Terhitung semenjak lahir, sudah banyak kota yang saya diami. Saya lahir di Medan, kemudian tumbuh dan berkembang di Lhokseumawe, Aceh sampai usia 8 tahun. Mampir sebentar selama 1,5 tahun di Medan, pindah ke Jakarta dari SD kelas 6 sampai tamat SMA, kuliah di Bandung selama 6 tahun hingga sampai sekarang, 2018 saya bekerja, menikah dan memiliki anak di Jakarta. Dari keempat kota tersebut, domisili tercepat saya adalah 1,5 tahun. Bersekolah dan menjalani hidup. Namun bagaimana dengan tinggal di sebuah kota hanya dalam tempo 1 bulan saja?


Saya menyebutnya Traveliving. Travelling + Living. Saya puas jalan-jalan santai mengeksplorasi kota selama sebulan, tetapi saya juga melakukan kegiatan hidup seperti belanja, bayar tempat tinggal bulanan, mencuci-menyetrika dan memasak. Minusnya hanya saya tidak berkegiatan seperti berkomunitas karena hanya menetap sebentar. Problematika terbesar melakukan traveliving adalah disaat kita sudah nyaman, kita terpaksa harus meninggalkan kota tersebut. Bagaikan sedang sayang-sayangnya eh diputusin. Maka terjadilah momen yang terkenal dengan sebutan "susah move on".

Tahun 2018 adalah tahun dimana suami saya ditempatkan dalam jangka waktu sebulan di berbagai Rumah Sakit di tiap kota diluar Jakarta sebagai bagian dari program pendidikan spesialis. Suami mengajak saya dan Hasan ikut serta di semua kota, kecuali Banyumas karena terkait lokasi dan tempo kerja. Dalam jangka 1 tahun, praktis kami sudah berpindah tempat dari Purwokerto, Jombang, Yogyakarta, dan Chiang Mai pada bulan Januari, Juni, Juli dan Oktober. Terakhir Desember ini saya dan Hasan hampir ikut ke Pemalang selama sebulan. Namun setelah mempertimbangkan banyak hal, mungkin kami akan menyusul di minggu terakhir di bulan Desember. Semua kota yang kami tempati memiliki plus minus, daya tarik dan cerita sendiri.

Purwokerto


Kami memulai awal tahun 2018 di kota ini. Karena mengetahuinya amat sangat mendadak, alhasil kami membeli tiket kereta dengan harga liburan akhir tahun. Mahal. Kami berangkat pada tanggal 30 Desember 2017 menggunakan kereta api dengan durasi 5 jam yang sekaligus merupakan perjalanan kereta api pertama Hasan. Melalui jalan darat, orang tua saya sudah terlebih dahulu sampai di Purwokerto sehingga esok paginya sementara suami bertugas di rumah sakit, kami mencari tempat kos-kosan untuk sebulan. Alhamdulillah ketemu yang bagus dengan harga yang cukup masuk akal.

Saya sempat menulis banyak postingan tentang Purwokerto. Mengenai pengalaman kami disana, atraksi kotainformasi pusat perbelanjaanwisata alamWisata kuliner tradisional, hingga kuliner modern dan kafe. Sebagai salah satu kota mahasiswa karena disana terdapat universitas besar, yakni Universitas Soedirman, Purwokerto jauh melebihi dari ekspektasi kami soal wisata, kuliner dan kenyamanannya. 

Jombang


Jombang berlokasi di Jawa Timur, sekitar 80 km dari dari ibu kota provisi Jawa Timur. Kami melakukan perjalanan melalui Surabaya dahulu menggunakan pesawat terbang. Perjalanan kami bertepatan dengan tanggal orang-orang bersiap untuk mudik, jadi sekali lagi, kami membeli tiket yang agak lebih mahal dari harga biasa. Beruntung kami datang saat ruas tol Surabaya - Mojokerto (Sumo) sudah diresmikan. Perjalanan Surabaya-Jombang yang sebelumnya bisa memakan waktu hampir 3 jam kini bisa ditempuh melalui tol dengan hanya 1 jam lebih saja. Kami dijemput oleh supir untuk kemudian melakukan perjalanan darat dari Surabaya ke Jombang.

Jombang terkenal dengan kota santri. Sebuah kota kecil yang jauh dari hiruk pikuk apalagi kemacetan. Disana kami tinggal di rumah seorang dokter yang menjadi Supervisor suami saya selama disana. Alhamdulillah rejeki karena kami tidak membayar sepeser pun untuk tinggal dan makan disana. Berhubung kota kecil, tak banyak yang saya eksplor disana. Saya menemukan 2 buah taman yang indah, yakni Kebon Ratu yang letaknya agak diluar kota dan Kebon Rojo yang terletak di jantung kota Jombang. Alun-alun Kota Jombang tiap malamnya sangat ramai, apalagi saat akhir pekan. Hasan sangat bahagia dan menjadi pelanggan tetap alun-alun. Bayangkan, cuma bayar lima ribu untuk main sepuasnya di satu wahana! Ada Superindo yang merupakan tempat belanja rutin mingguan saya. Satu-satunya restoran cepat saji yang terkenal yang ada disana hanya ada KFC. Dibalik kesahajaannya, Jombang ternyata banyak memiliki kafe-kafe yang memiliki estetika modern layaknya di kota-kota besar. Bahkan, tak jarang mereka lebih serius dalam menyajikan bijih kopi-nya. 

Setengah bulan kami berpuasa di Jombang dan pertama kalinya kami merayakan Ramadhan di luar Jakarta. Sungguh pengalaman yang menarik. Selain itu, setengah pertandingan Piala Dunia 2018 juga kami tonton disana 😄.

Yogyakarta


Kami meninggalkan Jombang menuju Yogjakarta pada tanggal 30 Juni menggunakan kereta api yang ditempuh dalam waktu 4 jam. Sebenarnya suami bertugas di RSUD Klaten, namun dengan alasan agar kami tidak kebosanan, kami memutuskan untuk tinggal di Yogyakarta. Saya mencari kos-kosan menggunakan aplikasi Mamikos sudah semenjak berada di Jombang. Berhubung Yogyakarta adalah kota pelajar, tentu tidak susah mencarinya. Yang susah adalah mencari mana yang pada akhirnya kami ambil. Kosan yang saya pilih dekat dengan bandara dan tidak jauh dari jalan raya utama menuju Klaten. Menurut saya itu adalah pilihan terbaik karena suasananya enak rumahan, secara berkala ada yang memberihkan, lengkap dapur dan mesin cuci serta ke RSUD Klaten hanya ditempuh kurang dari setengah jam. Selain itu, saya juga bisa berjalan kurang dari 1 km menuju halte Trans Jogja terdekat.

Yogyakarta adalah kota paling enak yang kami tinggali dibandingkan dengan Purwokerto dan Jombang. Kota besar yang tidak terlalu besar, sedikit sekali ruas macet, dan berlimpah kuliner dengan harga yang jauh lebih murah ketimbang di Jakarta. Selain itu yang membuat saya sangat puas sebagai maniak sejarah adalah Yogyakarta bertabur dengan museum-museum, sesuai dengan statusnya sebagai kota sejarah. Kayaknya saya hampir tiap hari keluar rumah supaya terkekejar mengunjungi semua museum yang menarik hati.

Biasanya mobil dibawa suami pulang pergi ke Klaten. 2 kali seminggu saya antar jemput suami karena ingin menggunakan mobil untuk mengeksplorasi Yogyakarta. Jika saya malas menggunakan mobil, saya juga kerap kali menggunakan opsi Trans Jogja.

Kami juga berkesempatan mengunjungi kota Solo pada akhir pekan ketiga di bulan Juli. Berhubung suami harus masuk dulu ke RSUD, saya dan Hasan pergi duluan ke Solo menggunakan Kereta Api (KRL) Prambanan Ekspres. Haa, akhirnya resolusi saya menggunakan Prameks tercapai. Menarik sih soalnya tiketnya hanya 8000 rupiah per orang. Seperti yang saya duga, karena Stasiun Maguwo adalah stasiun terakhir di Kota Yogyakarta, jadi saya tidak memiliki ekspektasi perjalanan selama sejam mendapatkan kursi. Benar saja, saat kami menginjakkan kaki di Prameks, manusia-manusia sudah berjejal. Kami berdiri sekitar 15 menit sampai saya menawarkan anak saya untuk duduk dengan posisi saya berjongkok. Seorang bapak di dekat saya tidak tega dan menawarkan kursinya kepada kami. Alhamdulillah, rejeki.

Selain itu kami juga berkesempatan mengunjungi wisata alam yang berada sedikit di luar kota seperti Punthuk Setumbu yang populer karena AADC dan area museum disekitar Merapi. Karena makanan yang variatif dan murahnya harga, kami jadi sering jajan disana. Gudeg saja saya sampai mencoba 5 jenis, dan itu pun merasa masih kurang 😁! 

Chiang Mai


Terbaik! Satu-satunya kota yang berada di luar Indonesia. Awalnya suami mengajukan penempatan Chiang Mai untuk bulan Maret, meski tertunda alhamdulillah akhirnya suami dijadwalkan mendapat stase Chiang Mai untuk bulan Oktober. Saya diberi kabar ini oleh suami sekitar bulan Juli. Artinya 3 bulan sebelum keberangkatan.

Berawal dari drama pencarian tiket, akhirnya kami berangkat juga pada tanggal 29 September. Disana kami tinggal di dorm yang sudah disediakan oleh pihak sana (tapi tetap bayar!) yang berlokasi di kompleks FK Chiang Mai University (CMU) dan RS Maharaj daerah Suandok. Memang rejeki kami, bulan Oktober ada 2 libur panjang di Thailand: tanggal merah kematian Raja Chulalongkorn (Rama V) di minggu kedua dan kematian cucunya, Raja Bhumibol Adulyadej (Rama IX) minggu depannya. Artinya kami terutama suami jadi memiliki waktu lebih banyak untuk mengeksplorasi Chiang Mai, bahkan ke tempat wisata yang ada di luar kota.

Chiang Mai sungguh menyenangkan. Bayangkan, tempo hidup masyarakatnya yang seperti Yogyakarta, hampir tidak ada kemacetan dan pelataran alam pegunungan seperti Bandung dan Malang. Ya, Chiang Mai merupakan kota terbesar ke-2 di Thailand yang berada tepat disamping gunung (doi) Suthep serta tidak jauh dari gunung tertinggi di Thailand, Doi Inthanon. Orangnya juga ramah-ramah. Minus disana cuma bukan negara non muslim yang membuat kita tidak bisa sembarang makan, transportasi publik yang jelek dan minimnya masyarakat lokal yang bisa berbahasa Inggris. Lainnya, sempurna!

Dengan segala kemampuan, akhirnya saya bisa menemukan celah transportasi publik, tempat makan halal, dan tempat-tempat belanja produk halal. Yang saya senangi disini adalah, karena transportasi publik minim dan mahal kemana-mana, saya jadi banyak jalan. Dari standar jalan biasa saya di terakhir di Yogyakarta untuk jarak dibawah 1 km, di Chiang Mai bertambah menjadi dibawah 2 km!

Oh ya, biaya hidup disini juga lebih murah dari Jakarta, senangnya! Harga belanjaan dan standar makan di resto juga jadi murah. Bahkan harga sebuah boneka bebek yang lucu! Cerita dramatisasinya bisa dibaca disini. Hehe.

Sebagai penggemar sejarah, saya sangat puas dengan Chiang Mai. Kota bekas kerajaan dan museum-museum bagus nan terawat yang memberikan edukasi sejarah secara menakjubkan. Kalau dihitung kayaknya hampir tiap hari saya keluar rumah buat eksplorasi kota. Tetapi tetap saja, sebulan di Chiang Mai tidak cukup untuk menikmati semua wisata yang ditawarkan. Padahal kami tidak mengunjungi Wat (kuil) sama sekali. Wisata alam juga hanya Green Canyon dan Queen Sirikit Botani Garden. Padahal masih melimpah atraksi alam yang bagus-bagus disana. Bahkan kami belum sempat ke tempat wisata dalam kota, yakni Royal Park Rajapruek yang menawan dan Museum Nasional Chiang Mai.

Sepertinya Chiang Mai adalah kota yang paling memberikan kesan kepada kami. Benar-benar nyaman tetapi kemudian seperti langsung disuruh pulang buru-buru tanpa bisa mengucapkan selamat tinggal.

Travelling Sebulan, Kehidupan Baju 7 Hari dan Konmari

4 komentar
Siapa sih jaman sekarang yang tidak mengenal Marie Kondo dengan teknik Konmari-nya?

Marie Kondo terkenal dengan bukunya yang berjudul "The Life Changing Magic of Tidying up". Harga tanah dan properti yang sangat mahal di Jepang, membuat standar luas apartemen dan rumah orang Jepang tidak besar. Keterbatasan ruang ini menyebabkan mereka benar-benar memperhitungkan barang-barang yang ada di rumah mereka. Marie Kondo dikenal sebagai ahli berbenah yang menciptakan metode Konmari, yang mana nama Konmari ini berasal dari namanya, KONdo MArie. Ia mengklaim dengan memiliki jumlah barang yang terbatas dan hanya yang membuat kita senang, artinya kita sudah memutuskan untuk hidup di lingkungan positif. Banyak yang mengklaim kehidupannya mendadak lebih bahagia pasca berbenah. Untuk selanjutnya Marie Kondo dan Konmari dikenal dengan frase:
Does it spark joy?
travelling konmari

Netflix yang jitu pun mengambil peluang dengan cara mengajak Marie Kondo pada sebuah acara televisi bergenre realita yang terdiri dari 8 episode pada season 1. 

Travelling Konmari: Berkemas untuk Kehidupan Sebulan

travelling konmari

Acara realita yang berjudul Tidying Up with Marie Kondo baru dirilis untuk semua episode pada tanggal 1 Januari 2019. Hadirnya acara ini menjadi bahan pembicaraan di pelbagai sosial media, tidak terkecuali di grup-grup WA saya. Pembicaraan-pembicaraan tersebut membuat saya merenung akan perjalanan kami pada sepanjang 2018 yang membuat saya berkemas untuk kehidupan selama sebulan dengan frekuensi 4 kali untuk sekeluarga  dan 3 kali untuk suami saya sendiri.


Pada tahun 2018 kami banyak melakukan perjalanan selama sebulan. Bulan Januari ke Purwokerto, Juni-Juli ke Jombang dan Yogyakarta, Oktober ke Chiang Mai dan Desember ke Pemalang. Semua perjalanan dinas sebulan suami ke luar kota saya dan Hasan ikut, kecuali Banyumas pada bulan Februari, Mei dan November. Saya memutuskan untuk membawa stok baju untuk 7 hari. Lebih jelasnya, mungkin uraiannya seperti ini

Baju Suami

  • 6 Setel baju kerja (kemeja, celana panjang, kaos dalam, kaos kaki)
  • 3 buah sarung
  • 8 kaos
  • 1 pasang setelan renang (kaos dry-fit dan celana pendek)
  • 1 celana kargo kasual
  • Setelan jalan-jalan 2 pasang (jeans dan polo)
  • 9 Celana dalam
  • 2 buah handuk
Perlu diperhatikan, penyusunan baju ini tidak bersifat pakem, artinya semuanya tergantung kepada kebiasaan berpakaian yang bersangkutan, cuaca serta kemungkinan aktifitas apa saja yang dilakukan. Di daerah, suami saya masuk ke Rumah Sakit dari Senin sampai Sabtu. Di beberapa kota malah hari Minggu juga operasi atau sekadar mengunjungi pasien. Uraian di atas adalah contoh kemasan baju saat tugas di Purwokerto. Hitungan setelan baju kerja sehari sekali. Sarung dipakai hanya di rumah (kosan), jadi pemakaiannya dua hari sekali. Kaos rumah juga merangkap kaos keluar rumah  dengan pemakaian sehari sekali dengan 1 kaos sebagai cadangan. Setelan jalan-jalan untuk Sabtu dan Minggu, juga dipakai saat kunjungan ke Rumah Sakit pada hari Minggu. Celana dalam sehari sekali dengan asumsi 2 buah untuk cadangan, misalnya jika basah karena renang. Handuk 2 buah disiapkan apabila satu handuk sedang dicuci. Karena saya kurang begitu suka berkemas heboh, saya memilih 2 handuk yang cenderung tipis akan tidak makan tempat.

Baju Pribadi

  • 7 buah gamis
  • 7 buah jilbab panjang pasangannya
  • 2 buah jilbab pendek
  • 7 buah daster/baju rumah
  • 1 setel pakaian renang
  • 9 buah pakaian dalam atas-bawah
  • 2 buah handuk
Keempat kota yang saya datangi merupakan kota dengan suasana panas dan cuacanya tidak jauh berbeda dengan Jakarta. Saya menyiapkan semua gamis saya dengan bahan yang enak dipakai dan tidak berat. Sebelum kami berangkat, saya selalu memplot kalau di kota tujuan kami akan kemana-mana menggunakan transportasi umum. Jelas kan kenapa baju yang nyaman dan ringan dibutuhkan. Meski pada kenyataanya saat di Purwokerto 3 minggu terakhir kami mendapat pinjaman mobil untuk mobilisasi, di Jombang sesekali bisa menggunakan mobil penghuni rumah, di Yogyakarta 2 hari di hari kerja mobil bisa saya bawa berkelana karena saya memilih  mengantar suami ke Klaten, dan 6 hari di Pemalang saya memiliki akses penuh membawa mobil.

Saya membawa gamis 7 buah dengan asumsi saya tiap hari keluar rumah. Saya dan Hasan keluar rumah berdua pada saat siang hari bisa 2 sampai 4 di hari kerja. Sisanya kalau suami mengajak makan di luar pada malam hari. Kalau akhir pekan sudah pasti keluar rumah. Diluar itu, tiap Maghrib saya mengajak Hasan untuk shalat Maghrib di mesjid dekat kos. Dan pastinya tiap hari juga saya keluar kamar kos untuk masak atau kadang-kadang membeli makanan. Itu lah makanya saya membawa 2 jilbab pendek untuk keluar kasual.

Baju Hasan

  • 6 buah celana panjang
  • 5 buah celana pendek
  • 8 buah kaos pendek
  • 2 buah kaos panjang
  • 2 buah polo
  • 2 buah kemeja
  • 4 setel baju tidur
  • 9 celana dalam
  • 1 setel pakaian renang
  • 2 buah handuk
Celana panjang dan pendek yang dibawa ada yang bahan ada juga yang jeans. Sebenarnya bawa baju Hasan cederung acak pilihannya. Kira-kira pilih  yang warnanya beda dan kalau bisa satu warna tidak sampai 2 buah. Celana panjang bahan kaus atau kargo biasanya dipakai sore hari. Kalau tidak jorok biasanya dipakai 2 sore. Baju tidur terkadang dipakai satu setel untuk dua malam kalau cuma sebentar dan tidak jorok.

Cukupkah?

Cukup tidak pakaian dengan jumlah segitu untuk kehidupan sebulan? Cukup banget! Kami mengalami dari yang pakaian cepat dicuci kering-nya sampai yang seret sekali selesai dicuci. Misalnya selama di Purwokerto, di kosan ada fasilitas bebas dicuciin. Kalau hari cerah dan baju kotor diambil pagi hari, bisa-bisa sewaktu sore baju kotor tersebut sudah berubah menjadi baju bersih dan wangi. Kosan di Jogja juga ada fasilitas mesin cuci dan dek jemuran sehingga saya bebas mencuci dan menjemur setiap hari. Di dua kota tersebut karena baju kotor hampir tiap hari langsung kering dan bisa disetrika, stok baju yang kami bawa menjadi kebanyakan.

Selama di Chiang Mai, kami mencuci menggunakan mesin cuci koin 2 hari sekali. Sekali mencuci menghabiskan 25 sampai 30 baht (12 ribu sampai 15 ribu). Jemurannya di balkon terbuka, cuma tidak ada gantungan yang pantas, cuma memakai tahanan kompresor AC dengan menggunakan hanger. Baju pun tidak selalu kering tiap sore. Saat di Pemalang kami juga menggunakan jasa laundry 2 kali sehari. Dengan frekuensi cuci-kering seperti itu, kami memiliki suplai baju bersih yang cukup dengan beberapa buah baju cadangan.

Keadaan paling sulit saat berada di Jombang. Sebenarnya kami tinggal di rumah dokter yang menampung suami saya beserta anggota dokter lain dan keluarganya. Penghuni yang banyak dan ketiadaan mesin cuci (katanya sih si mbok cuci tangan semuanya) membuat suplai baju bersih baru ada 3-4 hari sekali! Suplai baju bersih terakhir cukup sih, tetapi benar-benar pas-pasan. Dengan catatan beberapa hari sekali baju dalam saya harus dicuci sendiri dan dijemur di kamar mandi yang.. lembab. Iya, tidak ada akses jemur keluar karena aksesnya harus melalui ruang pembantu dan harus naik tangga tinggi.

Travelling Konmari: Koper dan Bagasi

Saya memiliki kebiasaan tidak ingin ada baju mubazir alias tidak terpakai saat berpergian ke luar kota. Untuk berpergian jangka pendek saja saya hanya menyiapkan baju cadangan 1 setel. Hal ini juga terbawa saat berpergian jangka panjang. 4 kali berkemas untuk berpergian jangka panjang membuat saya lumayan berpengalaman dalam menentukan kapan mulai waktu berkemas, baju yang seperti apa yang dibawa hingga berapa banyak baju yang harus dibawa. Sebagai contoh, karena merasa kebanyakan bawa baju saat pergi ke Purwokerto, untuk berpergian sebulan berikutnya saya mengurangi jumlah baju. Pengurangan jumlah baju dan keefisienan berkemas sebagai akibat dari terbatasnya jumlah koper yang bisa dibawa untuk sekali pergi.

Baca juga: Drama keberangkatan ke Chiang Mai

Kami biasa pergi menggunakan 1 koper hardcase ukuran sedang, 1 koper hardcase resleting (bisa diperbesar) ukuran sedang, 1 koper kecil ukuran cabin, 1 tas koper lipat untuk jaga-jaga, 1 stroller ringan dan 1 kontainer kecil-menengah untuk membawa peralatan masak.

Saat ke Purwokerto, orang tua saya mendahului kami dengan mengendarai mobil pribadi sehingga barang-barang kami termasuk kontainer bisa dititipkan ke mobil. Saya, suami dan Hasan hanya tinggal membawa 1 koper ukuran cabin saat naik kereta api.

travelling konmari
Harus menenteng semua ini ke kereta api?!

Saat ke Surabaya-Jombang kami membawa ketiga koper beserta stroller saja karena disana kami menumpang rumah, jadi praktis tidak butuh membawa peralatan masak. Ketika pindah ke Yogyakarta, kami sedikit repot karena membawa ketiga koper beserta stroller menggunakan moda kereta api. Suami jadi bolak balik mengangkut koper ke kereta api. Saat turun di Stasiun Tugu Yogyakarta kami juga menggunakan jasa porter untuk membantu. Karena kami butuh memasak saat di Yogyakarta, jadi kami butuh kontainer yang berisi alat masak. Tepat sekali saat itu supir mertua ditugaskan mengantar mobil agar kami bisa mobilisasi selama di Yogyakarta, kontainer pun bisa dititipkan.

travelling konmari
Koper ke Chiang Mai

Keberangkatan kami ke Chiang Mai adalah pengalaman yang menantang dan tidak terlupakan. Berawal dari drama keberangkatan hingga strategi koper. Kenapa menantang? Karena kami harus pergi bertiga menggunakan pesawat ekonomi Thai Lion dan Air Asia dengan total bagasi hanya 60kg! Yang pergi sebelumnya bisa bebas beban alat masak karena ada yang membawakan kontainer menjadi semua-semuanya harus termasuk dalam 60kg. Beruntung teman-teman suami saya ada yang meninggalkan kompor kecil yang bisa untuk menanak nasi serta setrika sehingga kami bisa mencoret kedua barang itu dari daftar bawaan. Barang dapur yang kami bawa meliputi kompor listrik Maspion, Happy Call, 1 panci kecil-menengah beserta tutupnya, 3 piring melamin, 3 sendok-garpu, gelas plastik, handblender, tatakan, pisau santoku, pisau kupas, dan segala bumbu basah dan bumbu kering. Oh ya, tidak lupa starter pack food seperti Mac n Cheese kemasan buat sarapan. Beras, garam, gula, bawang putih bubuk, kecap, chicken wing, dan sayuran beku. Barang bawaan non baju lainnya juga termasuk buku bacaan dan mainan Hasan. Wuih! Jadinya kami sedikit mengganti strategi koper. Kami membawa 1 koper hardcase ukuran besar pinjaman dari mertua, 1 koper hardcase resleting, 1 koper ukuran kabin, 1 tas koper lipat cadangan dan 1 stroller. Semua baju kami bertiga bisa muat ke koper besar itu loh! Koper hardcase resleting ukuran besar isinya peralatan mandi, barang dapur, mainan dan buku Hasan. Koper ukuran kabin isinya barang-barang yang tidak muat di kedua koper seperti sepatu dan sandal tambahan kami bertiga.

Keberangkatan terakhir adalah ke Pemalang selama seminggu dengan didahului Semarang selama 4 hari. Suami sudah berangkat duluan dengan menggunakan koper ukuran kabin. Saya dan Hasan berangkat menggunakan pesawat membawa stroller, 1 koper hardcase ukuran sedang serta tas kain untuk dibawa ke kabin. Saya mengatur hanya membawa baju untuk 6 hari karena di hotel Semarang ada laundry dan dryer mandiri. Kontainer alat masak kami juga tidak butuh karena kami tidak masak di Pemalang.

Travelling Konmari: Efek Memiliki Baju Sesuai Kebutuhan

Berbeda dengan sewaktu di rumah, saat kami berpelesir sebulan ini rasanya pikiran dan perasaan saya plong. Kamar bersih. Isi lemari simpel dan tidak berdesak-desakan. Mau bersihin lemari juga hampir tidak dilakukan karena hampir selalu rapi. Hal menyenangkan berikutnya adalah tidak adanya kegalauan saat memilih baju untuk dipakai. Memilih baju suami tinggal ambil sesuai stok yang ada untuk mingguan, memilih baju saya dan Hasan juga sama, ambil yang gampang dilihat dan cocok atas-bawah. Benar-benar mengurangi konsumsi waktu untuk hal remeh-temeh kegalauan pilihan baju yang tidak penting.

Disini saya juga tidak merasa mubazir sekali. Seolah-olah kami memiliki pakaian dan kesemuanya kondisi bagus layak pakai serta memiliki jaminan dipakai terus. Berbeda dengan saat dirumah dimana baju-baju banyak memiliki frekuensi yang rendah untuk dipakai. Bahkan banyak baju yang lupa terpakai atau sengaja tidak dipakai dengan alasan tidak nyaman dan lain-lain. Disini kita diajarkan untuk memilih apa yang terbaik dan apa yang dibutuhkan untuk kita. Bukan nafsu untuk memiliki.

Wisata Alam Purwokerto dan Sekitarnya

Tidak ada komentar

Kota Purwokerto terletak di Kaki Gunung Slamet. Memiliki wisata alamnya yang sudah tersohor sejak dulu, yaitu Baturaden. Selain Lokawisata Baturaden, disekelilingnya terdapat banyak air mancur dengan pemandangan yang elok. Turun sedikit ke kota, terdapat wisata alam yang cukup baru, Small World yang memiliki pemandangan lembah nan indah.

Traveliving, Traveling Cara Aku Eksplorasi dan Hidup dalam Sebulan

23 komentar
“Kok orang bule kayaknya sekali liburan bisa ngilang sebulan ya, berapa tuh duitnya. Biasanya kan kita liburan paling lama sekitar 2 minggu.” Pikir saya bertahun-tahun lalu.

Tidak disangka, ternyata kami sekeluarga bisa juga liburan menghilang sebulan. Tidak cuma sekali, tapi hingga empat kali dalam satu tahun.

traveling cara aku

Saya bukanlah orang yang tergesa-gesa. Kalau ada liburan bersama atau lihat liburan orang lain dengan segudang itinerary (rencana perjalanan), rasanya kok bakal “capek” ya. Yah namanya juga liburan pasti waktunya terbatas, pasti kita maunya memaksimalkan pengalaman agar biaya besar yang sudah kita gelontorkan tidak sia-sia.

Sebenarnya liburan itu bikin capek atau bikin santai sih?

Kemudian sampai lah saya kepada titik yang menyimpulkan bahwa liburan itu ada 2 jenis: capek atau santai. Liburan capek itu travelling dengan memaksimalkan rencana perjalanan di waktu yang terbatas. Liburan santai itu murni pergi ke suatu tempat dan memesan tempat menginap yang sudah komplit disana sehingga bisa leyeh-leyeh menikmati hidup tanpa memikirkan beban hidup.

Berarti tidak ada ya liburan yang tidak capek tapi bisa melaksanakan banyak rencana perjalanan?

Ada donk, sini saya kenalkan Traveliving. Liburan santai sekaligus melakukan banyak rencana perjalanan.

Bagaimana tips dan trik agar bisa liburan satu bulan? Kebayangnya bakalan makan banyak duit ya, padahal tidak sepenuhnya seperti itu. Sini saya cerita sedikit mengenai Traveliving, siapa tahu kamu jadi ikut terinspirasi.

Traveliving 1.0

traveling cara aku

Salah satu momen traveling yang paling berkesan adalah saat Traveliving tahun 2018. Saya jamin, 90% pasti bertanya-tanya apa sih traveliving ini.

Traveliving adalah gabungan dari kata Travel dan Living. Dengan kata lain, saat Traveliving kami melakukan kehidupan biasa layaknya di rumah sendiri seperti belanja bulanan, belanja mingguan, ke pasar, hingga main sama anak di “rumah”. Namun, selain berkehidupan seperti biasa, kami juga melakukan rencana perjalanan panjang seperti hendak traveling pada umumnya.

Loh kok kami bisa Travel dan Living secara bersamaan? Tentu saja, karena traveliving minimal dilakukan selama satu bulan! Alias traveling selama sebulan. Kebayang kan, rencana perjalanan travelling yang biasanya dilakukan dalam 5 hari tapi bisa dilakukan dalam sebulan.

Tentu saja karena rentang waktu sebulan artinya kami bisa mengeksplor tempat wisata dan kuliner lebih dalam dibanding orang-orang lain yang hanya travelling cuma seminggu atau bahkan hitungan hari. Bahkan kami bisa mengamati hal-hal yang sulit teramati bagaikan warga lokal. Meski traveliving makan waktu sebulan, biaya yang dikeluarkan tidak sebesar itu kok karena kami juga belanja dan masak sendiri.

traveling cara aku

Kami berkesempatan Traveliving selama 4 kali di sepanjang tahun 2018. Januari di Purwokerto, Juni di Jombang, Juli di Yogyakarta, dan Oktober di Chiang Mai Thailand.



Perlu saya perjelas, sebenarnya kami berada satu bulan penuh di luar kota bukan dalam rangka murni liburan, tapi ikut suami yang sedang stase luar kota di masa Residensi Bedah Tulangnya. Pada saat itu kami sudah bertiga, yakni bersama si sulung yang berusia tiga tahun. Oleh karena itu, Traveliving bersama balita juga bagian dari babeh-workcation, alias kami yang ikut vacation disaat babeh work 😛.

traveling cara aku

Bukankah ini artinya rejeki bagi kami juga karena bisa berkesempatan mengeksplorasi luar kota lebih lama dengan santai?

Wisata kuliner, sejarah, dan taman

traveling cara aku
Baturaden, Purwokerto. 2018

Saya kurang suka hingar bingar kota megapolitan seperti Jakarta. Beruntung selama Traveliving ini kami berkesempatan travelling ke kota kecil yang penuh sejarah dan tidak hiruk pikuk. Saya juga selalu senang mengeksplor sejarah suatu kota dan peradaban melalui kunjungan museum.

Pucuk ulam dinanti, kami mendapat lokasi Traveliving di kota yang memenuhi kriteria di atas. Sebut saja Yogyakarta, Kota besar namun tetap tenang sekaligus sarat akan momentum historis. Begitu juga Chiang Mai, kota terbesar kedua Thailand yang tenang dan penuh dengan filosofis sejarahnya.

Maka kegiatan autopilot saya menyiapkan rencana traveliving adalah mendata museum, tempat makan populer, hingga taman. Betapa beruntungnya kami bisa mengeksplorasi hampir belasan museum selama di Yogyakarta. Bahkan ada yang sampai dua kali saking seru dan luasnya. Tidak hanya museum dan tempat historis populer, saya juga mengunjungi museum anti-mainstream yang saya jamin 90% tidak menemukannya sebagai rekokmendasi tempat wisata di daftar Google Search.

traveling cara aku
Museum Sandi, Yogyakarta. 2018

Kami (terutama saya dan si sulung) bahkan sampai melakukan komparasi satu jenis makanan di beberapa tempat terkenal sebagai bagian dari wisata kuliner tradisional. Sebut saja Kami mencoba 6 gudeg hanya dalam satu bulan, atau beberapa jenis Sroto di Purwokerto dimana salah satu tempat makan Sroto sampai kami kunjungi empat kali dalam sebulan karena saking cocoknya.

traveling cara aku
Aneka Sroto dan Bakso Purwokerto

Kunjungan lain yang tak boleh kami lewatkan mengingat kami sudah memiliki anak adalah kunjungan taman. Kunjungan taman mungkin sering dilewatkan oleh banyak orang. Apalagi jika hanya travelling beberapa hari. Ngapain melakukan kunjungan taman, toh taman gitu-gitu aja.

Namun saat traveliving apalagi bersama anak, taman kota menjadi suatu tempat yang tak boleh dilewatkan. Apalagi Alun-alun mengingat bahwa Alun-alun adalah simbol pusat kegiatan masyarakat di Pulau Jawa. Memang tidak semua taman kota dan alun-alun yang kami kunjungi “hidup”, tapi dari semua kunjungan itu saya banyak belajar beberapa hal.

traveling cara aku
Alun-alun Jombang, 2018

Saya jadi belajar kalau besarnya sebuah kota berbanding terbalik dengan besarnya riak kehidupan di Alun-alun. Kemeriahan Alun-alun juga berhubungan dengan berapa besar tarif main sepuasnya. Contohnya, alun-alun di Jombang jauh lebih meriah dibandingkan alun-alun di Yogyakarta.

“Lagi main di mal-nya Jombang ya?” Ujar penginap lain di rumah yang kami tumpangi inap saat suami bertugas residensi di RSUD Jombang.

Tentu saja Kota Jombang sebuah kota kecil dan relatif jauh dari Kota Surabaya membuat penghuninya “menggantungkan” hiburannya di Alun-alun yang berada di puncak keaktifan di malam hari. Berbeda dengan alun-alun di Yogyakarta yang banyak hiburan seru lainnya seperti mall dan puluhan kafe kekinian. Kehidupan Alun-alun ini juga berbanding setara dengan harga sekali main. Tarif Alun-alun Jombang hanya Rp 5.000 sementara di Yogyakarta bisa Rp 15.000.

traveling cara aku
Taman Kebon Ratu, Jombang. 2018

Taman kota di Kota Kecil juga berpotensi juga akan sangat menarik dengan karakteristik luas, bersih, dan terutama “hidup”, meski tidak semua kota kecil begitu. Sebut saja Taman Kebon Rojo dan Kebon Ratu yang cukup membuat saya terhenyak, tidak percaya taman seperti itu berada di Kota kecil. Sekali lagi, sedikit banyak ini berhubungan dengan betapa masyarakat di kota kecil menggantungkan hiburannya di tempat-tempat seperti ini: Taman dan Alun-alun.

Tidak cuma berwisata, tapi..

traveling cara aku
Malioboro, Yogyakarta. 2018

Ada hal yang sulit disadari jika kita traveling hanya berburu melaksanakan rencana perjalanan saja, yakni teramatinya kebiasan dan pola sendi kehidupan masyarakat. Sebagai seorang yang senang (diam-diam) mengobservasi (dan menyimpulkan), hal-hal kecil seperti ini penting dan akan melengkapi kepingan puzzle dalam kenikmatan travelling.

Dengan berjalan santai di sekitaran Malioboro, saya jadi tahu bahwa dari gang-gang kecil sekitar sana tumbuh menjadi tempat penginapan bagi turis backpacker. Dari pengamatan jarak jauh, saya jadi bisa menarik kesimpulan bahwa salah satu Gudeg di bilangan Malioboro menetapkan harga seporsi Gudeg berdasarkan kemampuan berbahasa Jawa dan ramainya pengunjung.

Tidak mengejar itinerary travelling secara terburu-buru selama Traveliving membuat saya yang Penggemar Transportasi ini menginventarisasi seluruh moda transportasi di kota tersebut dan menantang diri sendiri untuk merasakan semua moda tersebut. Dari eksplorasi tranportasi saja saya banyak mendapatkan sangat banyak hal.

traveling cara aku
Bus RTC Chiang Mai

Misalnya para supir bus TransJogja yang memiliki kecenderungan memutar dangdut pop koplo populer hingga sistem transportasi umum di Chiang Mai yang sangat jarang dan masih dikuasai oleh “preman setempat”. Pengalaman menggunakan Songthaew selama di Chiang Mai pun menjadi pengalaman begitu berkesan karena supir sana tidak punya rute dan gawatnya lagi tidak bisa berbahasa Inggris.

Dengan Traveliving saya bisa travelling sekaligus menempatkan posisi bagaimana hidup sebagai warga lokal disana sesuatu yang jarang didapatkan jika traveling hanya berburu rencana jalan saja.

Traveliving 2.0

traveling cara aku
Kami relatif tidak terlalu kemana-mana setelah Traveliving di tahun 2018. Apalagi saat pandemi menyerang. Paling kami hanya travelling tipis-tipis ke kota sebelah semacam Puncak, Bogor, dan Anyer. Begitu pandemi mulai surut, baru lah kami merasakan traveling agak lama ke Solo. Sebenarnya bukan murni niat traveling sih, tapi lebih tepat Babeh-workcation.

Barulah di pertengahan tahun 2023 nanti, Insya Allah kami merencanakan Traveliving kembali. Ini tidak mendadak, sejujurnya kami sudah merencanakannya dari setahun sebelumnya.

Traveliving 2.0 ini tetap bagian dari Babeh-workcation. Yang terasa berbeda adalah jika saat traveliving 1.0 kami hanya bertiga, kini kami berlima, dengan tambahan 2 balita. Jika dulu suami melakukan stase luar residensi bedah tulang, sekarang ia melakukan fellowship sub-speialisnya.

How world sometimes different but still same, though!

Wow, bakal seru dan menantang banget bukan? Bagaimana cara kami menghadapinya?

Packing yang tepat

traveling cara aku
Bawaan Jombang - Yogyakarta via Kereta Api

Traveliving 1.0 dengan teknik mengemas barang paling menantang adalah pada saat ke Chiang Mai, Thailand. Berbeda dengan sekadar traveling membawa baju, kami juga harus turut membawa beberapa mainan dan buku bacaan anak. Tidak hanya itu, kami juga harus membawa beberapa peralatan masak dan bumbu. Tidak tanggung-tanggung, kami juga membawa peralatan dapur seperti kompor listrik dan Happy Call. Barang sebanyak itu harus muat dengan total bagasi 60 kg karena kami naik Low Cost Carrier Airlines. Alhamdulillah dengan metode yang tepat, kami berhasil membawa seluruh barang tersebut hanya dengan 1 koper ukuran besar, 1 koper ukuran sedang, dan 1 koper kecil (kabin).

traveling cara aku

Karena statusnya kami bukan murni liburan, otomatis kami hanya harus adaptasi seperti mengikuti dimana suami akan tinggal. Suami harus tinggal di dormitory kampus dimana tidak ada dapur. Terjawab kan kenapa saya sampai membawa peralatan masak segitu hebohnya. Kami harus bikin dapur mini di pojokan kamar. Bahkan saya memotong makanan basah seperti daging dan ikan mentah di wastafel kamar mandi hehe.

Kalau 3 orang saja butuh koper segitu, bagaimana dengan kebutuhan 5 orang?

“Kami batasi cuma bawa 2 koper Large dan 2 koper kabin. Pengalaman naik kereta cepat berlima, ga boleh bawa barang terlalu banyak.” Jelas seorang teman yang sering travelling bersama 3 orang anaknya yang masih kecil-kecil.

Betul juga, saya cuma kepikirannya dengan 5 orang menggunakan pesawat, kami bisa memaksimalkan membawa 5 koper 30 kg, belum termasuk kabin. Namun ternyata tidak begitu, kami lupa mengkalkulasi perihal mobilisasi. Apalagi kami harus mendorong stroller kembar yang diduduki dua balita.

Akhirnya kami mengkalkulasi hanya membawa 1 koper besar, 2 koper sedang, dan 2 koper kecil. Berbeda dengan perjalanan teman saya, kami kan harus membawa mainan dan buku serta beberapa peralatan dapur karena kami bakal “hidup” sebulan disana sehingga pastinya butuh koper lebih banyak. Mobilisasi koper banyak diselesaikan dengan menggunakan taksi dari/ke bandara.

Berbeda dengan saat Traveliving 1.0, si sulung kini sudah bisa diminta bantuan untuk membantu barang bawaan dan menertibkan adiknya. Rencananya si sulung turut mendorong 1 koper kabin di bandara.

Perencanaan yang matang

traveling cara aku

Lantas akan kemana kami di rencana Traveliving 2.0 yang akan datang? I hate to spill this since it is still 6 months to go. Agak aneh aja ya. Yang jelas Traveliving 2.0 perlu perencanaan yang lebih matang ketimbang Traveliving 1.0. Dimulai dari anggota keluarga yang lebih banyak hingga persiapan perjalanan yang lebih panjang dan rumit.

Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan jauh-jauh hari untuk mempersiapkan dokumen aplikasi visa, contohnya kami sudah harus mempersiapkan tempat tinggal dan tiket pesawat sejak akhir tahun 2022. Rencanakan liburan di Traveloka adalah salah satu ikhtiar kami mempersiapkan perjalan sesiap dan sedini mungkin. Portal aplikasi Traveloka sangat lengkap sehingga sangat membantu perjalanan kami dari A hingga Z.

1. Hunting tiket pesawat

traveling cara aku

Tahap yang paling mudah sekaligus paling menyerap biaya tapi harus dilakukan sejak awal demi verifikasi dokumen visa adalah adalah hunting tiket pesawat. Ada banyak pilihan berbagai maskapai dengan opsi round trip yang bisa dipilih berdasarkan harga, jarak tempuh, dan jam penerbangan. Pemesanan tiket pesawat via Traveloka cukup mudah dan bertabur promo, apalagi untuk penerbangan internasional.

2. Hunting tempat menginap

Karena kami menginap selama sebulan penuh, mencari sewaan apartemen selama sebulan adalah opsi terbaik. Menyewa langsung ke agen apartemen di negara bersangkutan sangat tidak dianjurkan jika hanya ingin menyewa selama sebulan diakibatkan peraturan setempat yang rumit serta keharusan untuk memberikan uang deposit yang cukup besar.

Pada Traveliving 2.0 ini, kami tidak hanya tinggal di satu tempat selama sebulan, tetapi juga merencanakan untuk melakukan roadtrip serta menginap di beberapa kota. Mencari penginapan melalui Traveloka adalah cara yang paling tepat dan mudah karena tersedia cukup banyak data penginapan .

3. Hunting asuransi perjalanan

traveling cara aku


Tahap terakhir yang harus dipersiapkan sesegera mungkin untuk persiapan pembuatan Visa adalah asuransi perjalanan. Pemesanan asuransi perjalanan ternyata sangat mudah dilakukan di Traveloka, bahkan pilihan asuransi untuk sebulan penuh (30 hari) juga ada dengan harga sangat terjangkau.

4. Hunting experience

traveling cara aku


Apa saja yang akan dilakukan selama Traveliving? Hunting experience berupa taman, wisata kuliner, taman, hingga hiburan memang bisa dipesan belakangan, tapi surveinya bisa memakan waktu berbulan-bulan sebelumnya.

Di aplikasi Traveloka terdapat menu Attractions yang menawarkan berbagai Xperience. Salah satunya saya bisa menemukan tiket masuk Disneyland yang jauh lebih murah ketimbang mengeceknya di situs resmi. Karena beberapa kunjungan sangat singkat, jadi kami merasa memesan Hop on bus terasa lebih ekonomis untuk kami sekeluarga karena jadi bisa mengunjungi banyak tempat tanpa harus naik turun metro.

5. Hunting internet roaming

traveling cara aku


Fasilitas internet adalah hal yang tidak kalah pentingnya yang harus dipersiapkan saat hendak melakukan perjalanan ke luar negeri. Apalagi jika perjalanan sampai sebulan seperti Traveliving kami.

Sebenarnya saya selalu bingung dalam memilih apakah sebaiknya membeli nomor baru di bandara tujuan atau menggunakan nomor Indonesia dan membeli paket internet roaming. Akhirnya saya memutuskan untuk memilih paket roaming Telkomsel Internet Roamax via menu International Data Plans. Opsi ini lebih mudah dibandingkan jika saya harus bongkar pasang SIM.

Traveliving with Traveloka: Mountain to Beach, City to Suburb

traveling cara aku

Kami berencana memulai rangkaian perjalanan Traveliving 2.0 setelah merayakan Idul Adha bersama dengan keluarga. Berhubung keberangkatan hari Kamis, Insya Allah kami sudah ada di lokasi tujuan pada hari Jumat sehingga kami bisa menikmati akhir pekan bersama. Akan ada 5 akhir pekan selama kami berada di negara tujuan. Tentunya ini harus kami maksimalkan mengingat suami harus bekerja sehingga tidak bisa jalan-jalan bersama.

Alasan mayor lainnya mengapa kami melakukan Traveliving di Bulan Juli adalah karena bertepatan dengan summer break suami di negara tujuan. Padahal kalau dipikir-pikir, ngapain ikut-ikutan musim panas padahal di Indonesia kita merasakan musim panas sepanjang tahun. Lumayan kan kami bisa melakukan perjalanan darat dan berkelana keluar kota bersama di saat suami summer break.

Alasan melakukan perjalanan musim panas lainnya yang belakangan saya temukan adalah ternyata musim panas adalah salah satu dari dua waktu diadakannya sale besar-besaran di seantero toko di negara yang kami tuju. Wah, keputusan yang tepat bukan 😁.

Kota tujuan utama Traveliving 2.0 adalah kota terbesar ketiga di negara tersebut yang juga dinobatkan sebagai World Heritage City oleh UNESCO. Lagi, saya merasa bersyukur kepada Allah karena kebetulan dapat kota yang demikian cocoknya untuk kami untuk berpetualang serta berkehidupan.

Mungkin terdengar lebay, tapi saya sudah hilir mudik melakukan survei via browser dan Google Map untuk berbagai wisata kuliner halal, taman, supermarket, hingga wisata sejarah.

Selain menetap, kami juga berencana melakukan perjalanan darat (road trip) lintas negara. Dari pegunungan hingga pantai, dari kota megapolitan hingga desa pinggiran di 10 hari terakhir sebelum kepulangan saya dan anak-anak (suami masih harus 2 bulan menetap di sana).

traveling cara aku

Kami rencana 2 hari menginap di Ibu kota dengan menggunakan kereta cepat pulang pergi. Kemudian kami akan menyewa mobil untuk melakukan perjalanan darat selama 5 hari. Di mulai dengan mampir singkat ke negara sebelah dimana berdiri markas pusat nuklir dunia. Kemudian kami mengingap sehari di salah satu desa dimana terdapat kereta gantung tertinggi di negara tersebut. Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan menembus salah satu gunung tertinggi dan menginap 2 malam di negara tetangga yang terkenal akan klub sepakbolanya. Terakhir, kami sisiri pinggir laut dan menginap 2 malam di kota pinggir pantai sembari sebelumnya mampir di salah satu negara termahal di dunia.

Perjalanan darat pun berakhir dan kami menginap semalam di kota asal untuk mempersiapkan perjalanan pulang ke Indonesia keesokan malamnya.

Penasaran akan kemana saja kami dan bagaimana perjalanan kami menembus gunung hingga pantai serta menyelusuri kota megapolitan hingga dengan membawa 3 anak? Saksikan terus tulisan-tulisan Traveliving kami di blog ini!

“Net, gw pernah 3 minggu bosan dengan wisata yang itu-itu saja disana. Gw saranin lo mulai bikin itinerary dari sekarang dan variasikan wisata supaya ga bosan kayak gw.” Ujar seorang teman mengingatkan.

Let's #LifeYourWay! Traveling tidak harus memilih bukan?